spiritual books religi
 
Picture
Suatu proses mistik yang dinilai tinggi dalam banyak tradisi, pengalaman khalwat mewujudkan prisip spiritual yang penting: orang tidak dapat mulai memahami tingkat realitas yang luhur tanpa lebih dulu meredam getaran yang lebih kasar dari dunia luar. Realitas sehari-hari itu demikian mencengangkan sehingga orang harus berusaha dengan sadar untuk menguranginya agar dapat melihat realitas lain yang ada dibaliknya. Sudah lazim bagi orang yang bermeditasi untuk mengambil posisi fisik diam di sebuah ruangan yang sunyi, yang terpisah dari hiruk pikuk kehidupan sehari-hari. Dengan melindungi diri dari gangguan lingkungan, orang akan dapat menjauhkan dirinya dari peristiwa-peristiwa yang meresahkan seperti krisis ekonomi, perang, dan pemboman oleh para teroris, serta dari reaksi emosional pribadinya sendiri. Sesungguhnya khalwat meditasi—entah dilakukan selama satu jam, satu hari, atau empat puluh hari—memungkinkan sang pencari untuk menemukan jalan melepaskan belenggu tanggung jawab duniawinya agar dapat berpaling ke dalam batinnya sendiri.

“Melepaskan ikatan” bukan berarti memutuskan ikatan itu sama sekali, sebab jika itu dilakukan berarti menjadi seorang pertapa. Satu-satunya jalan untuk  melepaskan ikatan yang membelenggu kita adalah dengan menemukan kebebasan di dalam batin—bukan kebebasan dari keadaan, melainkan dari pikiran dan emosi kita yang terkondisi.

Bahkan, bertolak belakang dengan keadaan dunia di Zaman kuno, dimana manusia tampak bagaikan titik kecil yang tiada artinya dibandingkan latar belakang belantara dunia yang mahaluas, kebutuhan untuk menyendiri tidak pernah lebih mendesak daripada di dunia tekno-industri masa kini. Jati diri manusia dengan mudah hilang di tengah berbagai kekasaran, kekerasan, ketidakjujuran, keegoisan, dan keserakahan yang begitu lazim di dalam masyarakat kota. Orang yang hidup dalam lingkungan yang memupuk persaingan dan iri hati, frustasi dan perasaan tidak berdaya akan muncul. Merasa bahwa dalam menjalani hidup ini tidak berguna sama sekali.

Karena terperangkap oleh rasa putus asa dan tak bermakna, tidak mengherankan bahwa begitu banyak orang dizaman sekarang yang diliputi kerinduan untuk mencari kembali pemahaman diri yang lebih mendalam. Dan sementara seorang professional yang sibuk mungkin merupakan teladan manusia sukses,  jalan hidup yang ditawarkan oleh para ahli tasawuf yang mengisi hari-hari mereka dengan terserap sepenuhnya di dalam Kehadiran Ilahi menyuguhkan kepada manusia masa kini sejenis keselarasan yang berbeda—keselarasan yang dapat menyusuf ke dalam kehidupan kita sehari-hari, memancarkan  secercah sinar untuk mengurangi permasalahan kita, dan membantu mengembangkan potensi diri kita.

Banyak orang mendekati meditasi sebagai sarana untuk melepaskan stres dan bukannya menjalin kedekatan dengan Tuhan. Inti upaya spiritual adalah perubahan mendalam dan perluasan kesadaran yang dapat dicapai  melalui kebangkitan batin. Meditasi , sesungguhnya dapat didefinisikan sebagai seni menyesuaikan kesadaran. Khalwat menyediakan ruang dimana sang pencari dapat menjelajahi berbagai pemandangan alam semesta spiritual—dimensi-dimensi kesadaran yang ada di dalamnya.

Dalam meditasi sufi dengan jelas membedakan antara empat bentuk pemikiran yang berkaitan dengan empat tingkat kesadaran yang ada diluar jangkauan tengah yang biasa. Seperti butir kerikil yang dilemparkan ke tengah kolam yang airnya tenang dan menimbulkan lingkaran-lingkaran yang terus membesar, misalnya sudah lazim bahwa selama berlangsung meditasi, kesadaranpun akan meluas, melampaui yang terjadi disini, maka demikian pula pandangan kita mengenai “diri” fisik kita yang meluas, menjadi lebih kosmik dan kurang individual. Kita merasakan bahwa tubuh kita dikelilingi oleh zona-zona materi yang halus, bagaikan ladang magnet. Pengalaman seperti itu melarutkan organisme jasmaniah kita menjadi suatu ladang elektromagnetik yang halus, yang dengan indahnya menjangkau angkasa. Ini meningkatakn pengalaman ketika kita secara fisik menyebar ke segenap penciptaan, seakan-akan tubuh kita merupakan percikan-percikan debu-bintang yang dengan cepat menyebar, yang bermunculan seperseribu detik setelah Ledakan Besar. Inilah bentuk kesadaran pertama, yaitu kesadaran kosmik.

Bentuk kesadaran kedua berupa pengalihan  dari kesadaran kosmik yang mencakup keseluruhan ke ruang batin. Dari sudut pandang batin ini, struktur luar dari dunia menampilkan diri sebagai cerminan dari apa yang digambarkan ahli fisika David Bohm sebagai tatanan yang “melibatkan”—realitas mendasar di balik persepsi kita mengenai dunia fisik. Ini mencerminkan pandangan tradisional Islam bahwa objek-objek lahiriah dari realitas materi tidak lain dari jejak-jejak realitas yang lebih dalam, dan suatu petunjuk untuk menangkapnya. Kata Ibnu ‘Arabi, para sufi berusaha menangkap “sesuatu yang tersingkap melalui apa yang tampak.” Dengan memandang realitas sebagai sesuatu yang bergerak dari dalam ke luar—seakan akan muncul dari kedalaman yang misterius dan tidak sehat—pikiran kita menangkap kesalingketerkaitan, melihat pola-pola kebermaknaan yang tidak terlihat dalam kesadaran jaga kita.

Dalam latar kesadaran ketiga, kita beralih dari kedalaman batin ke puncak transendensi. Dari perspektif transenden ini, pendapat mengenai ruang itu sendiri menghilang ketika kesadaran terserap ke dalam sesuatu yang tidak terbatas. Meskipun sulit untuk menjelaskan indra transenden pikiran kita, ahli matematika Henri Poincare mendefinisikan ketidakterbatasan sebagai kemampuan pikiran untuk mencitrakan sebuah angka yang lebih besar dari pada angka terbesar yang dapat kita bayangkan sejauh ini dalam regresi tak terbatas. Bertentangan dengan kutub pribadi identitas kita, ini adalah kutub transenden impersonal dari diri kita, bagian dari kita yang telah terjaga dibalik kehidupan.Dengan menghindari pendapat mengenai subtansial fisik, rasa identitas kita beralih dari jasmani ke akal murni. Cara persepsi ini memungkinkan kita untuk menangkap intisari dibalik struktur kehidupan.

Akhirnya,  ada suatu perangkat kesadaran yang menyatukan semua cara sebelumnya. Yaitu kesadaran yang keempat. Inilah keadaan yang sekaligus mencakup pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman hidup pribadi seseorang  dan kecerdasan transenden yang tidak tergantung pada kondisi lahiriah. Menurut psikiatris Swis C.G. Jung menemukan bahwa dalam beberapa kasus, jiwa mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita, dan bukan hanya kita yang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa lahiriah. Perenungan spiritual dapat memperkirakan, berdasarkan pendapat menyangkut sinkronisitasini, gagasan bahwa realitas mental dan material itu seperti  dua sisi mata uang yang sama—begitu saling terkaitnya sehingga tubuh mencakup pikiran dan demikian pula sebaliknya. Keterkaitan tubuh/pikiran mendukung pendapat bahwa pengalaman-pengalaman meditatif kita dalam kesadaran dan pencerahan mempengaruhi sekaligus dimensi tak terlihat dari dunia gaib dan lingkungan fisik kita.

Sumber: Buku Membangkitkan Kesadaran Spiritual (Pir Vilayat Inayat Khan)


 

10/1/2013 02:06:56 pm

Found your site through Weebly and wanted to say hi

Reply



Leave a Reply.


spiritual books religi