spiritual books religi
 
Picture
Mengapa kebanyakan kita melupakan pertanyaan "mengapa" yang kita kemukakan sewaktu kecil? Dari manakah angin bertiup? Dari manakah keelokan, keserasian dan keanggunan sekumtum bunga? Di bagian manakah dari cabang kayu yang kasar atau akar-akar yang terjalin-dalam tersimpan bunga yang warna-warni, halus, elok, dan harum semerbak? Dan dua pertanyaan yang tak pernah ditanyakan kita lagi: di manakah Tuhan? Apakah tujuan penciptaan ini?


Orang yang mudah mendapatkan segala sesuatu masih tetap tak peduli. Sementara yang paling ngotot dan paling sering bertanya selalu saja pikiran yang paling intuitif (berdasarkan intuisi), karena pikiran demikian tak pernah kehilangan rasa ingin tahu. Orang yang selalu bertanya tak menerima apapun dengan begitu saja (taken for granted). Pikiran mereka tidak membatu dan statis. Mari kita perluas perspektif kita dan membuka pikiran kita: mari kita lihat meditasi dengan  mata seorang bocah.

Mari kita bersikap ilimiah dalam pendekatan kita. Seorang ilmuwan menganalisis dengan observasi dan eksperimentasi. Idealnya sains bertujuan dan mencari kebenaran, dan tidak menilai apa pun kecuali dengan bukti obyektif dan verifikasi. Disisi lain, opini menawarkan diri untuk diterima atau ditolak dan sama sekali tidak menjanjikan bukti, kebenaran dan kepastian. Karena itu, opini dan kesan pribadi tidak bisa dipercaya (reliable). Bahkan opini yang paling rasional  sekalipun barangkali  hanyalah  sekadar langkah pertama menuju realitas yang pasti. Karena itu, para lmuwan tidak menduga, mengasumsikan, membayangkan ataupun memfilsafatkan; klaim-klaim mereka didukung dan disokong oleh uji coba, eksperimentasi, dan bukti-bukti empiris yang diperoleh di laboratorium.

Dalam penyelidikan kita, marilah kita gabungkan pikiran-pikiran terbuka anak kecil dan pikiran-pikiran ilmuwan yang terus mencari-cari. Jelas hasil penelitian ilmiah bersifat kokoh dan terpercaya karena didasarkan pada observasi dan praktik. Apa pun selain metode praktik yang digambarkan diatas, tak dapat diterima secara ilmiah. Begitu pula agama harus dipahami dengan investigasi dan bukti empiris,..... bukan dengan keimanan buta. Bagi pikiran yang tak didukung bukti dan tak ilmiah, dunia agama bisa tampak seperti  menjadi sebuah wilayah opini semata dan bahkan cerita palsu. Agama mengklaim bahwa 
"melihat adalah percaya"; sebagaimana Hafiz-pujangga sufi terkemuka  pernah berkata,

Karena Kebenaran tak tertangkap Maka yang tampak paling baik adalah membayang-bayangkan

Agama hendaknya merupakan pengejaran akan Kebenaran yang mengantarkan kepada pengalaman langsung tentang Kebenaran itu sendiri, bukan tentang sesuatu yang dihasilkan opini dan cerita pribadi. Cerita demikian adalah rekaan dan khayalan sendiri, bisa terus berubah-ubah seperti halnya cerita pribadi lainnya. Tuhan yang aku reka di dalam hati bukan tuhan sebenarnya, melainkan rekaan aku sendiri. Dalam bahasa sains, ini disebut 
hipotesis. Padahal, agama harus diketahui atas dasar pengalaman individu tentang Kebenaran dan realitas. Seseorang bahkan mungkin akan bertanya-tanya, benarkah ada banyak perbedaan antara orang yang menerima agama dengan kepercayaan buta dan orang yang menolaknya. Kebodohan adalah penyebab kedua kasus itu, karena yang satu menolak agama tanpa tahu, yang lainnya pun menerima agama tanpa tahu dan buta, sebuta "keimanan buta".

Agama telah disamakan dengan sistem kepercayaan, dogma, ritual, bentuk-bentuk praktik dan struktur organisasi. Agama berasal dari sebuah kata yang berarti "mengikat bersama". Karena itu, agama adalah dorongan batin yang mendorong seseorang untuk mengikat segala sesuatunya dalam sebuah perspektif-menyeluruh yang padu. Tapi betapa kata itu sama sekali tidak dipraktikkan dalam kenyataan. Semua agama sekarang lebih kerdil dari tradisi. Agama menjadi sekadar gabungan dari beragam seremoni keagamaan popular yang bukan menggambarkan Kebenaran, melaikan sekumpulan mitos, cerita, dan simbol-simbol. Agama yang dipraktikkan seperti ini tidak akan mengantarkan kepada keimanan sejati, melainkan lebih kepada kepercayaan yang dibuat-buat. Agama sangat jarang diteliti secara jernih dan ilmiah.

Sekalipun alat-alat fisik tidak bisa mengukur hal-hal metafisik, tapi harus ada sebuah cara investigasi yang akan membawa kita pada keimnan, kepastian dan bukti nyata. Para sufi menunjukkan bahwa penjelajahan yang hati-hati dan ekperimentasi membawa kepada Kebenaran, dan bahwa kita harus belajar melampaui kata-kata untuk menemukan realitas di balik seremoni sekarang yang hampa dan simbol-simbol agama. Karena "kata tidak menyampaikan makna", tapi hanya penanda-penanda yang mencerminkan berbagai gagasan. Pemahaman kita atas kata-kata didasarkan pada pengalaman; tanpa pengalaman itu, kata-kata hanyalah kata-kata, bukan makna.

Perkembangan jiwa, tujuan agama, tak bisa dicapai dengan pengulangan simbol-simbol abstrak, seperti kata-kata. Yesus berkata,

         
 Ketuklah dan pintu pun akan terbuka (Matius 7: 7)

Pernahkah kita bertanya pintu  manakah yang kita bicarakan? Bagaimana kita menemukan pintu atau gerbang itu? Dan bagaimana semestinya kita mengetuk?

Melalui meditasi, penjelajahan diri terjadi. Semua nabi mendakwahkan penjelajahan diri ini. Pesan ini abadi dan tidak hanya dimiliki tradisi, sekte atau agama tertentu, melainkan meliputi itu semua. Semakin memahami pesan itu, kita akan semakin menyadari perbedaan antara meditasi yang dipraktikkan di Barat dan meditasi yang dipahami dan dipraktikkan di Timur. Tapi perbedaan yang kita lihat ini adalah produk dari perbedaan kultur, tradisi dan filsafat yang berkembang di daerah yang berbeda, baik secara geografis maupun historis.

Sumber: Buku Ada Nabi Dalam Diri (Soraya Susan Behbehani)


 
PENGERTIAN SEMEDI
Semadi atau semedi adalah menghilangkan kehidupan jasad agar supaya seseorang dapat merasakan rahsaning gesang atau kehidupan sukma. Dengan sarana mengolah rasa disebut sirnaning papan lan tulis. Yakni jumeneng rasa jati yang benar-benar nyata, pasti dan weruh tanpa tuduh (menyaksikan sendiri tanpa referensi), atau menyaksikan “sesuatu” tanpa melibatkan badan wadag (akal-budi/ rasio/ pikiran/ imajinasi/mata-wadag). Keberhasilannya dengan cara meredam gejolak nafsu jasadiah, dan dengan mengolah gerak-gerik anggota badan.

Kehidupan jasad memiliki kesadaran yang rendah, sementara itu kehidupan sukma memiliki kesadaran yang tinggi. Kesadaran jasadiah sifatnya rentan oleh pengaruh nafsu-nafsu, di mana pikirannya terganggu oleh imajinasi rasio. Dalam kehidupan sukma itulah terletak kesadaran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kesadaran jasad. Dapat digambarkan sukmanya keluar dari badan wadag atau jasad. Dalam kondisi demikian kesadaran jasadiah tidak lagi bisa mendominasi dan memanipulasi kesadaran batin. Kesadaran sejati yang ada pada kehidupan sukma akan membersihkan batin dari segala polusi dan imajinasi rasio dan nafsu-nafsu negatif. Pemahaman ini merupakan gambaran dari lampahan Sri Kresna di Dwarawati atau sang Arjuna yang meraga sukma. Untuk kita perhatikan semua, bawa cerita ini sekedar dijadikan sebagai perlambang atau kiasan yang memudahkan pemahaman akan hakekat dari semedi.  Adapaun tujuan melakukan semedi tidak lain untuk mengetahui alam kajaten atau kwahana kesejatian, yang sungguh-sungguh nyata dan ada di luar nalar atau akal budi kita.

SEMEDI & KESADARAN BATIN
Dalam upaya semedi dapat terjadi kegagalan dan keberhasilan. Kegagalan biasa terjadi dalam awal-awal latihan semadi namun lama kelamaan kita akan menemukan irama atau “frekuensi” yang dirasakan sangat “ajaib”. Bagi yang berhasil melakukan semadi pun ada dua kemungkinan yang berbeda tataran keberhasilannya. Kemungkinan yang pertama, meskipun berhasil dalam semedi namun seseorang belum mencapai puncak kesempurnaan semedi. Raga telah berhasil “dimatikan” sehingga yang terasa hanya getaran dahsyat dalam rasa. Getaran itu bersumber dari pusat kehidupan (atma) yang terletak pada susuhing angin/jantung, lalu menjalar ke seluruh “badan”. Bukan “badan” jasadiah semata, namun getaran itu terletak dalam badan halus/metafisik. Bila dirasakan sepintas lalu seolah badan wadag lah yang bergetar. Getaran berbeda dengan rasa gemetaran. Jika dikonotasikan sebagai prana ia sama-sama bersumber dari getaran rasa sejati. Bagi pelaku semedi yang masih berada pada tingkat ini hendaknya jangan merasa pesimistis karena tetap bisa merasakan berbagai keajaiban yang akan terjadi dalam wahana kesadaran semedi. Misalnya muncul bayangan atau gambaran gaib yang dapat menjelaskan sesuatu rahasia alam atau sebagai pralampita yang dapat menjadi petunjuk akurat dan tepat terhadap pelaku semadi. Kemungkinan kedua, pelaku semedi dapat mencapai  tataran sempurna atau kesempurnaan. Parameter kesempurnaan terjadi bilaman sukmanya benar-benar lepas dari badan wadagnya sendiri. Sukma dapat melanglang ke dalam buana gaib, menjelajah dalam ruang-ruang gaib yang berada di luar akal budi (jasad) yang menemukan kesadaran tinggi. Inilah yang disebut rahasia meraga sukma. Namun bagi yang berhasil meraih kesempurnaan dalam semedi –yang bermuara pada kejadian raga sukma– hal ini menjadi nilai tambah yang sangat bermanfaat. Meraga sukma bermanfaat besar untuk memperoleh kesadaran tinggi untuk memahami being dalam eksistensi noumena atau eksistensi di alam gaib.  Tentu saja kejadian ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian orang yang selalu dahaga dunia spiritual. Karena pelaku semedi akan memperoleh kesadaran tinggi dan dapat mengetahui hal-hal yang orang lain tidak ketahui/sadari.  Mengapa kesadaran tinggi diidamkan kebanyakan orang, tidak lain karena kemuliaan hidup yang sejati menuntut adanya kesadaran tinggi terlebih dulu. Tidak menjadi masalah bila kesadaran tinggi kita berasal dari referensi orang lain, kitab suci, maupun buku pedoman. Hanya saja bila kita merasakan sendiri pengalaman gaib secara langsung akan menjadikan sebagi pengalaman hidup yang sangat sensasional dan berharga. Hal ini bukan lah iming-iming namun sungguh apa adanya.

KUNCI KEBERHASILAN
Kesadaran sejati atau kesadaran batin dapat dicapai oleh siapapun tanpa tergantung agama dan ajarannya, asalkan seseorang mampu memerdekakan diri dari hegemoni kekuasaan nafsu negatif yang bercokol dalam jasadnya sendiri. Ibaratnya nafsu adalah kulit yang harus dikupas agar kita dapat menikmati daging buahnya. Nafsu jasadiah  seumpama cadar bagi mata batin, bila dibuka cadarnya maka mata batin akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan semua eksistensi gaib akan dapat dilihat dengan jelas. Pengendalian hawa nafsu bukanlah hal mudah ia perlu latihan terus menerus dengan kesabaran dan ketulusan. Tanpa bekal itu akan sulit mencapai tataran kesempurnaan dalam olah semedi. Dalam olah semedi pun harus dilakukan dengan rajin, sabar, ulet dan telaten jangan mudah menyerah dan cepat bosan. Biasanya jika sudah merasakan keberhasilan awal lantas akan menjadi ketagihan untuk lebih giat melatih diri.  Dua langkah utama yang menentukan keberhasilan yakni : mengendalikan nafsu, membersihkan hati dan batin dalam perbuatan sehari-hari dan rajin olah badan dalam tatacara semedi.

Teori Merubah Frekuensi
Kesadaran jasad jika diumpamakan sebagai gelombang AM radio, kejernihan dan kejelasan suaranya teramat rentan terjadi distorsi akibat gangguan kondisi cuaca alam yang buruk. Gelombang AM diumpamakan sebagai kesadaran jasad atau akal budi, sementara cuaca alam yang buruk seumpama gangguan imajinasi akal-budi dan nafsu. Artinya kesadaran ragawi atau jasad mudah sekali terkena tipu daya “setan” dalam hal ini nafsu dan imajinasi kita sendiri. Lain halnya dengan kesadaran rahsa sejati, diumpamakan gelombang FM radio. Suaranya jernih, bersih dan jelas. Gelombang FM juga tidak terpengaruh oleh cuaca alam yang buruk. Sekalipun terjadi angin ribut, hujan lebat dan guntur tidak akan menjadi gangguan kejernihan suara. Karena gelombang FM terpisah dan berbeda dari gelombang cuaca buruk. Ia berada dalam koridor frekuensi yang terpisah dari berbagai gelombang cuaca alam. Artinya, kesadaran rasa sejati terpisah dan tidak terpengaruh oleh imajinasi akal budi dan nafsu-nafsu negatif. Tugas semedi adalah mengalihkan gelombang atau frekuensi kita dari frekuensi AM ke FM. Dari kesadaran ragawi/jasad ke kesadaram rasa sejati (rasa pangrasa/indera ke-enam). Kelebihannya adalah dapat menangkap sinyal dari frekuensi rendah hingga yg paling tinggi sekalipun. Segala yang tadinya rahasia dan tertutup oleh nafsu dan rasio menjadi tersingkap semuanya tampak jelas.

SEMEDI ; RADIO TRANSISTOR
Cara lebih mudah membayangkan fungsi olah semedi, saya mengambil analogi  seumpamanya kita merubah diri kita menjadi radio transistor. Sebenarnya dalam ruang udara terdapat banyak sekali berbagai macam gelombang suara dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Contohnya antara lain suara jangkrik sawah yang tidak bisa masuk jika direkam dengan pita kaset biasa. Atau suara kelelawar yang memiliki suara ultrasonik yang frekuensinya sangat tinggi sehingga tidak bisa ditangkap dengan telinga manusia. Begitu pula suara ikan paus yang dapat memancarkan gelombang suara sangat jauh namun sulit ditangkap telinga manusia pula.  Begitu juga gelombang suara yang dipancarkan antena transmisi stasiun radio tidak akan bisa ditangkap oleh telinga manusia sebelum dirubah dengan alat bernama radio transistor yang berfungsi merubah gelombang suara menjadi berfrekuensi yang sepadan dengan daya tangkap  kuping manusia. Sebelum dirubah oleh alat elektronik radio transistor, gelombang suara bagaikan suara eksistensi gaib. Nah analogi ini menjelaskan bila semedi ibaratnya merubah diri kita menjadi “radio transistor” yang dapat menangkap gelombang suara menjadi bunyi-bunyian. Artinya semedi merupakan sarana agar supaya kita dapat mendengar dan menangkap frekuensi yang terdapat di alam gaib. Dapat pula diistilahkan kita sedang menselaraskan antara “frekuensi jasad” kita dengan frekuensi gaib. Sebenarnya yang diselaraskan bukan frekuensi jasadnya dengan frekuensi gaib melainkan pindah chanel dari frekuensi “AM” ke frekuensi “FM”. Ke mana kita musti beli frekuensi FM ? Tidak perlu repot, karena di dalam setiap diri manusia telah terdapat frekuensi “FM” bawaan lahir yang sepadan/sinergis dengan “frekuensi” alam gaib, yakni frekuensi yang dimiliki rahsa sejati (rasa pangrasa). Tidak hanya manusia bahkan binatang malah lebih tajam “indera keenam” nya ketimbang manusia karena binatang tidak memiliki hawa nafsu. Kita dapat mencermati dari ayam, anjing, angsa dan binatang lainnya yang memiliki frekuensi sepadan dengan dimensi gaib. Binatang-binatang tersebut sering berlari ketakutan dikejar sesuatu yang tidak tampak oleh mata wadag.

 TATA CARA SEMEDI
Semadi atau semedi, artinya sarasa = rasa tunggal = maligining rasa = rasa jati = rasa pangrasa. Disebut pula dengan maladihening, mesu budi, manekung, puja brata, tarak brata, dan masih banyak lagi istilahnya. Pada intinya olah semedi melibatkan dua kegiatan,pertama yakni ; SOLAH atau perilaku anggota badan dalam upaya “menidurkan” atau “mematikan” anggota raga untuk merasakan hidupnya rasa sejati. Kedua yakni BAWA atau perilaku batin, dengan cara mengolah rasa agar mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi lagi. Atau menghidupkan batin kita yakni merasakan atma (energi hidup) dalam sukma sejati. Agar tidak rancu perlu saya tegaskan perbedaan antara sukma sejati  dengan rasa sejati yakni ; sukma sejati dapat dilihat wujudnya, sedangkan rasa sejati hanya bisa dirasakan sebagai energi atma/ hidup/ kayun/ kayu/ chayu. Sukma sejati adalah roh/ruh/ruhulah sementara rasa sejati adalah sir/sirulah (lihat thread : Maklumat Jati). Terdapat banyak sekali tatacara semedi, misalnya sembari duduk bersila, bisa juga sembari baringan atau merebahkan badan. Berikut ini saya jabarkan tata cara semedi sambil membaringkan badan.
Carilah tempat yang nyaman, tenang, dan aman agar konsentrasi anda tidak terganggu oleh suasana lingkungan sekitar. Jangan melakukan semedi di tempat yang berbahaya misalnya tepi sungai, tepi jurang atau di antara semak belukar. Hal ini untuk menghindari resiko jatuh terperosok termasuk terjadinya serangan binatang buas, serangga berbisa dsb. Bisa pula di lakukan di dalam rumah atau kamar tidur anda. Carilah waktu watu saat yang tenang biasanya setelah beranjak larut malam. Keheningan suasana atau suara alam yang lembut justru justru sangat membantu dalam menciptakan konsentrasi. Setelah menemukan tempat yang tepat lalu baringkan badan anda…
  1. Posisi badan telentang menghadap ke atas, seperti  mau tidur. Jangan ada anggota badan yang posisinya kurang nyaman. Seluruh anggota badan “jatuh” menempel di pembaringan tanpa ada penahanan sedikitpun. Seluruh otot dan syaraf harus rileks atau loss.  .
  2. Tangan sedekap atau sedakep (sedeku) dengan posisi lengan atas tetap menempel di lantai/tempat berbaring sementara lengan bawah diletakkan di atas dada. Jari-jari tangan saling mengunci. Atau bisa juga agar lebih rileks, tangan diluruskan ke bawah (arah kaki), kedua telapak tangan menempel di paha kiri kanan sebelah luar.  
  3. Mata terpejam seakan anda sedang bersiap menidurkan diri. Bola mata tidak boleh bergerak-gerak, tahan dalam posisi pejam dan bola mata diam tidak bergerak, disebut meleng.
  4. Kaki lurus rileks telapak kaki kanan ditumpang di atas telapak kaki kiri disebut sedakep kaki tunggal, disebut saluku.
Posisi dan langkah-langkah di atas bertujuan untuk menghentikan daya cipta meliputi imajinasi, angan, pikiran, kemauan, gagasan. Selain itu olah pasamaden sebagai upaya menutup aliran panca indera yakni indera perasa, pendengaran, dan penglihatan. Selanjutnya samadi atau semedi seyogyanya diimbangi dengan perilaku sehari-hari dengan mengurangi makan, minum, tidur dan lain sebagainya.

Semedi merupakan salah satu cara meraih kemuliaan hidup, secara keseluruhan terdapat tujuh macam tahapan atau tingkatan “laku” yang harus dikerjakan apabila ingin mencapai tataran hidup yang sempurna, yakni :

1. Tapaning Jasad
Sopan santun dan mawas diri. Dalam olah semedi dengan cara mengendalikan / menghentikan daya gerak anggota tubuh atau kegiatannya.  

2. Tapaning Budi
Menghindari angan-angan dan prasangka yang buruk. Dalam olah semedi dengan bersikap positif thinking agar pikiran menjadi bersih dan dapat membentangkan pandangan seluas-luasnya. Namun jangan biarkan imajinasi menguasai rasio anda.

3. Tapaning Hawa Nafsu
Rela, legowo, menerima apa adanya (qonaah), sabar dan ikhlas. Jangan menyakiti hati sesama. Sabar menghadapi gangguan dan godaan dari dalam dan luar. Tidak suka iri hati dan dendam. Kuat lara wirang atau dipermalukan. Dalam olah semedi dengan cara sikap tidak buru-buru, sumeleh, mengalir apa adanya.

4. Tapaning Sukma
Menenangkan jiwa dan selalu jujur pada diri sendiri dan orang lain. Bersikap dermawan. Perbuatan lahir batinnya selalu diarahkan pada kebaikan. Tanpa pamrih semua hanya netepi sifating Zat. Dalam olah semedi harus bersikap pasrah, bersandar hanya kepada Hyang Widhi. Tidak memaksa diri mencapai hasil. Namun lebih mengutamakan prosesnya yang benar dan tepat.

5.Tapaning Rahsa
Perilaku yang utama, luhur budi pekertinya. Tidak takut bila menderita, dan kuat  laku prihatin. Tidak suka mengurusi (intervensi) hal yang bukan kewenangannya. Selalu mawas diri dan giat mencari ilmu hakekat. Dalam olah semedi indera perasa jasad dimatikan diganti dengan rasa pangrasa. Merasakan getaran indera ke-enam, atau rahsa sejati.

6.Tapaning Cahya
Menjaga kesucian lahir batin. Dalam olah semedi, selalu terkonsentrasi pada cahya di pangkal hidung antara kedua mata atau papasu.

7. Tapaning gesang
Selalu eling dan waspada serta mempunyai daya  memahami sesuatu secara tepat. Jangan sampai kabur atau samar karena kepalsuan “kulit”. Olah semedi hendaknya selalu ditujukan untuk meraih kebahagiaan dan keselamatan pribadi dan orang lain. Berusaha berjuang sekuat tenaga secara berhati-hati, kearah kesempurnaan hidup, manembah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Yakni target Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu sebagai kunci untuk memahami isi Rasa Jati, untuk mencapai sesuatu yang luhur.  Maka dalam meraih kemuliaan hidup mutlak diperlukan sinkronisasi antara perbuatan lahir dan batinnya (solah dan bawa).

PATRAPING NETRA
Konsentrasi mata difokuskan pada satu titik yakni pangkal hidung, letaknya di antara ke dua belah mata, diisitilahkan papasu. Kedua belah mata terpejam, namun manik mata memandang ke arah papasu. Di situ bisa langsung tampak ada cahaya atau sinar mencorong/terang mencolok biasanya berwarna putih kekuningan. Bila cahaya di papasu belum muncul dan masih tampak gelap gulita anda harus bersabar, tunggu beberapa saat hingga cahya muncul sedikit demi sedikit lalu berubah menjadi semakin terang bahkan bisa sangat menyilaukan. Bila posisi di atas sudah bisa anda lakukan dengan rileks, selanjutnya giliran menata nafas anda. Setelah dibarengi olah nafas yang rilek  anda tinggal konsentrasikan mata pada arah papasu. Lama-kelamaan cahaya kuning terang semu keputihan semakin terang, pusatkan konsentrasi pada cahaya tersebut. Tunggu dengan sabar dan rilek hingga akan muncul gambaran seperti lorong. Tugas anda bergerak mengikuti lorong tersebut dengan perasaan. Pergerakan dikomando oleh kareping rahsa, yakni kehendak rasa sejati. Nantinya lorong akan seperti berkelok melengkung-lengkung namun bukan menikung tajam. Lorong itu akan berujung pada wahana ruang yang sangat terang benderang.  Anda seolah masuk ke dalam ruang yang sangat luas dan sulit digambarkan eksotisnya. Itulah ruang gaib.

Pada tahapan ini belum terjadi raga sukma. Peristiwa ini, kesadaran kita  hanyalah sebatas berada di antara dunia wadag dengan dunia meta yang gaib. Dengan menggunakan mata batin kita menyaksikan eksistensi gaib melalui “jendela” dimensi gaib. Artinya sukma anda belum memasuki alam gaib.  Namun kesadaran batin kita bagaikan energi telekinetik bisa menjelajah ke tempat atau lokasi yang kita inginkan. Di analogikan penglihatan batin kita berubah fungsi sebagaimana alat periskop yang dimiliki kapal selam. Jika diumpamakan kesadaran jasad kita bagaikan berada di dalam kapal selam yang pandangannya sangat terbatas pada obyek yang ada di sekeliling kita dalam jarak yang sangat pendek. Maka mata batin bagaikan alat  periskop yang bisa digunakan untuk melihat ada apa di atas permukaan air.

Pada saat semedi minimal orang akan mendapatkan semacam ilham atau wisik yang dapat menjadi petunjuk untuk mengambil keputusan atau apa yang harus dilakukan dan dihindari. Bila latihan olah semedi dilakukan dengan telaten, lama-kelamaan akan mencapai tahap selanjutnya dimana sukma akan keluar dari badan wadag. Pada tahap ini anda akan merasakan keanehan-keanehan ;

  1. Merasakan seolah badan kita tidak bernafas dan indera perasa tidak merasakan sesuatu apapun, namun kita sadar bahwa diri kita tetap lah hidup.
  2. Pada tahap ini kadang terdengar suara-suara (gaib) yang terdengar asing dan aneh. Suara-suara tersebut berasal dari dimensi lain. Karena kesadaran anda telah berada di ambang batas antara dunia wadag dengan dunia gaib. Suara-suara tersebut bukanlah sengaja mengganggu justru menunjukkan bila anda sudah mulai berhasil merubah diri anda menjadi “radio transistor”. Nah, pada tahap ini terkadang anda dapat menangkap petunjuk, sasmita, pralampita yang berasal dari para leluhur.  Anda juga tidak perlu khawatir digoda setan/makhluk halus/hantu/demit/jin dsb, karena langkah semedi anda yang mematikan nafsu ragawi sudah cukup menguatkan mental dan batin anda, dan menjadi pagar gaib yang cukup kokoh.
  3. Melihat badan kita sendiri dari luar tubuh. Biasanya kita melihat diri kita seolah sedang tertidur pulas, atau sedang duduk bersila sesuai dengan posisi sewaktu kita melakukan semedi.
  4. Bila sudah terjadi posisi demikian, anda janganlah panik atau takut, tetap kendalikan semuanya melalui kehendak rasa anda sendiri. Misalnya anda ingin menjauh dari tubuh atau ingin menyatu kembali dengan tubuh semua perintah di bawah kendali sang rasa sejati, yakni kehendak rasa.
  5. Antara sukma anda dengan badan wadag bagaikan mengandung energi magnet yang saling tarik menarik. Bila anda berkehendak ingin kembali masuk ke tubuh seketika akan terasa ada energi kuat yang menyedot sukma ke dalam badan wadag. Energi tersebut saya identifikasi sebagai nyawa. Bedanya dengan orang yang meninggal dunia, nyawa sebagai daya perekat sudah tidak ada lagi. Dapat diumpamakan “lem perekat” antara sukma dengan badan wadag sudah hilang, sehingga terjadi pelepasan/perpisahan kekal antara sukma dengan badan wadag.
  6. Selama badan anda sehat wal afiat tidak perlu khawatir kelepasan.. J karena eksistensi nyawa itu prinsipnya tergantung dari kondisi kesehatan atau performance badan anda sendiri. Bila sukma anda berkelana tidak akan terjadi kematian selama nyawa masih bekerja sebagai “lem perekat” atau penghubung antara sukma dengan jasad. Untuk memudahkan pemahaman raga sukma dapat saya contohkan dengan orang yang sedang main layang-layang.  Layang-layang diibaratkan sukma sejati kita, tali layang-layang adalah nyawanya, dan orang yang memainkan layang-layang adalah badan wadagnya. Antara layang-layang dengan seseorang yang memainkan masih tetap terhubung oleh tali layang-layang tersebut. 
  7. Bila anda merasa sukma sudah berada di luar tubuh hendaknya melatih untuk bepergian dalam jarak dekat dulu, baru kemudian semakin lama semakin jauh. Karena bila anda langsung berjalan jauh, terkadang mengalami kesulitan untuk kembali ke badan. Seumpama orang sedang berjalan menyusuri hutan belantara yang belum anda kenali seluk beluknya serta lupa jalan pulangnya. Hal ini sangat berbahaya, karena dalam tahap awal badan wadag anda belum kuat ditinggal sukma sejati terlalu lama. Persendian akan terasa kaku-kaku, peredaran darah tidak lancar dan tekanan darah (HB) nya bisa drop. Resiko ini yang dapat berakibat terjadi kematian.
 
OLAH NAFAS
Selanjutnya mulai menata irama nafas khusus diperlukan dalam olah semedi. Nafas ditarik dalam-dalam, jangan tergesa dan kasar, lakukan dengan cara yang lembut, namun kuat dan sepanjang-panjangnya nafas hingga habis.  Rasakan nafas mulai memenuhi puser kemudian semakin penuh naik hingga ke dada terasa penuh sesak lalu rasakan semakin naik hingga ke cethak atau langit-langit mulut, terus naik lagi hingga ke ubun-ubun kepala. Proses masuknya nafas memenuhi puser hingga ke ubun-ubun dilakukan dalam sekali tarikan nafas. Memakan waktu antara 4-7 detik. Atau dalam hitungan normal dari angka ke 1 hingga ke 7.

Setelah nafas mencapai ubun-ubun tahan sebentar dalam hitungan 7 detik lalu keluarkan nafas melalui mulut dalam hitungan 4 atau dalam waktu 4 detik. Prinsipnya jumlah tarikan nafas harus selalu lebih besar dibanding keluarnya nafas.

SASTRA CETHA
Rasakan pula saat menahan nafas di ubun-ubun, pada awalnya terasa ringan  lalu semakin lama semakin berat, jika sudah terasa berat sekali kemudian  lepaskan pelan-pelan seolah menurunkan beban yang mudah pecah. Beban itu sesungguhnya pergerakan rasa jati ada pula yang menyebut sebagai tenaga dalam yang terkonsentrasi. Olah nafas demikian disebut sastra cetha; sastra adalah empaning kawruh, atau kiasan sebagai umpan ilmu. Cetha adalah antebing swara cethak. Cethak adalah langit-langit mulut tempat keluarnya bunyi. Mengapa disebut sastra cetha, yakni untuk menggambarkan olah nafas yang ditarik hingga ke ubun-ubun. Nafas bisa mencapai ubun-ubun bila cethak ditutup rapat sehingga tidak lebih dulu gembos melalui mulut. Bila nafas tidak ditahan dengan cethak hanya akan mengikuti jalannya nafas yang wajar dengan sendirinya. Nafas tidak dapat mencapai ubun-ubun hanya sampai di cethak langsung turun lagi.

DAIWAN
Daiwan atau dawan artinya mengatur keluar masuk nafas yang panjang, rileks dan penuh kesabaran, tidak kemrungsung, buru-buru.  Daiwan berarti pula panjang tanpa ujung, langgeng atau abadi. Maksudnya adalah sarana hidup kita yang langgeng berada di dalam nafas kita. Nafas adalah keluar masuknya angin dalam badan seiring dengan keketeg panglampahing rah/roh. Bila kedua unsur tersebut (nafas dan roh) berhenti bekerja dinamakan mati yakni rusaknya badan wadag lalu kembali kembali ke asalnya. Maka nafas yang selalu keluar masuk badan hendaknya dipanjangkan sepanjangnya agar kita memperoleh energi kehidupan lebih panjang lagi.

Keluar masuknya nafas benar-benar dirasakan adanya energi hidup (atma/chayu/kayu/kayun)  sembari mengucap mantra dalam hati/batin saja. Mengucap “hu” pada saat nafas ditarik dari puser ke arah ubun-ubun. Lalu mengucap “ya” pada saat keluarnya nafas yakni turunnya nafas dari ubun-ubun ke arah pusar. Naik turunnya nafas tadi melewati dada dan cethak. Nah, disebut sastra cetha karena pada saat mengucapkan kedua mantra hu – ya  dibarengi dengan pengendalian buka tutupnya cethak untuk menahan dan melepas nafas.

Setelah masuknya Islam ke nusantara, terjadi beberapa anasir seperti dalam wirid naqshabandiyah SSJ mantra hu – ya dirubah bunyi menjadi hu – allah. Namun kemudian terdapat mazab lain di luar mazabnya SSJ, dan melakukan modifikasi mantra hu – allah menjadi haillah – haillallah, dikenal sebagai wirit satariyah. Perbedaannya, dalam tradisi satariyah ini tidak dilakukan menahan nafas, melainkan hanya bernafas seperti biasanya.

Apapun kata dan bahasa yang digunakan dalam mantra toh tidak ada pengaruh dalam keberhasilan semedi. Letak keberhasilan semedi bukan pada ucapan,  namun bagaimana kita harus memahami dan menghayati makna hakekat dari hu – ya, hu – allah, maupun hailah – hailallah. Jangan terjebak oleh rangkaian kata-katanya namun konsentrasi harus di fokuskan kepada getaran Zat Mahamulia. Hu atau ha atau a atau the berarti “sesuatu”, yakni menggambarkan sesuatu yang paling dan maha, tidak lain adalah eksistensi Zat tertinggi yang tanpa nama sebagai tingkat pemahaman akan tataran hakekat Zat.

TRIPANDURAT
Satu kegiatan olah nafas dinamakan sastra cetha yakni sekali kegiatan menarik/menyedot nafas melalui hidung lalu di tahan, selanjutnya dilepas lagi lewat mulut. Setiap kegiatan olah sastra cetha, tidak perlu dilakukan terus menerus dalam waktu yang lama tanpa putus. Sebaliknya dilakukan saja secara wajar misalnya 3 kali melakukan olah sastra cetha kemudia istirahat sejenak lalu dimulai lagi. Tiga kali melakukan olah sastra cetha disebut tripandurat. Tri ; tiga, pandu ; suci, rat ; jagad/ badan. Maksudnya tiga kali melakukan olah sastra cetha dapat menghasilkan persentuhan antara makhluk dengan Sang Pencipta atau tumameng ing ngabyantaraning yang Mahasuci, bertempat di dalam ubun-ubun atau suhunan yakni ingkang dipun suwuni. 

Naik dan turunnya nafas dinamakan wahana paworing kawula-Gusti. Pada saat nafas di tarik mencapai ubun-ubun atau suhunan lantas ditahan, nafas berhenti sejenak. Posisi yang demikian dinamakan ; kita jumeneng Gusti, bila nafas sudah diturunkan kembali ke pusar (sembari nafas keluar perlahan lewat mulut) kita kembali dinamakan sebagai kawula. Sampai pada penjabaran ini jangan sampai para pembaca keliru memahami. Adapun yang dimaksud manunggaling kawula-gusti bukanlah nafas kita, melainkan daya cipta. Olah semedi harus membentangkan atau merentangkan keluar masuknya nafas agar menjadi panjang. Sembari mengheningkan dan membeningkan mata, karena mata kita berasal dari rasa pangrasa atau indera ke-enam. 

Begitu seterusnya hingga merasakan kemajuan-kemajuan. Ukuran kemajuan dalam latihan olah nafas bilamana mampu menahan nafas lebih lama lagi dari sebelumnya dan kuat melakukan latihan olah nafas dalam waktu yang semakin lama pula. Dengan kata lain jam terbangnya semakin tinggi.

Adapun olah semedi dapat dilakukan sepanjang masa, pada saat duduk, berdiri, berjalan, maupun saat bekerja. Namun cara yang dapat ditempuh cukup mengucap mantra hu – ya dalam setiap hela nafas keluar masuk. Tidak perlu diucap dengan lisan lebih utama ucapan mantra selalu terpatri di dalam hati menyambung koneksi antara diri sejati dengan Ilahi.

MANFAAT SEMEDI
Olah pasamaden atau ulah semedi sangat bermanfaat untuk kesehatan lahir batin, dan menjadi sarana belajar mengetahui hal-hal yang tersimpan di dalam rahasia gaib. Sehingga disebut pula sebagai sastra jendra hayungrat pangruwating diyu.

Sastra = empaning kawruh, jendra = harja-endra, harja = raharja, endra = ratu/dewa, yu = rahayu/wilujeng, ningrat = jagad/tempat/badan. Maknanya ; intisari ilmu pengetahuan sejati yang berguna untuk membangun kesadaran dan keselamatan, kesejahteraan, dan ketentraman.  

Pangruwating diyu = menjaga diri dari diyu. Diyu = raksasa/denawa/asura/buta  atau sifat raksasa bodoh, angkara murka dan gemar menganiaya, yakni sifat-sifat kebalikan dari dewa, sebagai lambang segala sesuatu yang baik. Maknanya ; olah semedi yang dapat menyirnakan segala hal yang buruk/jahat, gangguan, dan segala marabahaya.

Dari pengertian sastra jendra hayuningrat pangruwating diyu mengandung makna yang mendalam yakni; siapapun yang tidak enggan melakukan olah semedi akan memperoleh berbagai kebaikan, dapat mengendalikan nafsu negatif, hatinya bersih, batin dan nuraninya tajam, naluri dan instinknya menjadi semakin kuat, memiliki sense of human, kepekaan sosial, kepekaan indera keenam (rahsa sejati). Bila badan sedang sakit atau dirasa tidak enak, akan menjadi sirna sakitnya.  Sifat temperamental menjadi sopan santun, sabar, belas kasih dan lapang dada.  Gemar bohong berubah menjadi jujur. Yang bodoh menjadi pinter. Yang sudah pinter menjadi pinter sekali. Hasil dari olah semedi dapat dikiaskan sebagai berikut ; yang sudra menjadi waesia, yang waesia menjadi satria, yang satria menjadi brahmana, yang brahmana menjadi berbadan braja berjiwa bethara. Yang gemuk jadi kurus, yang kurus jadi gemuk, yang cronges jadi tampan (J ..just kidding).  Tapi jangan pesimis dulu, berkat olah pernafasan ada beberapa yang berhasil kok, yang tadinya gemuk menjadi ideal. Seperti halnya berbagai perguruan ilmu “tenaga dalam” sudah membuktikan manfaat olah semedi (pernafasan) ini terutama dalam menjaga stamina dan kesehatan. Jika badan sehat, stamina bagus, maka jasad tidak mudah rusak, berarti dapat menghabiskan usia yang digariskan tuhan, dan  tentu saja tidak terjadi “kematian prematur” akibat human error, kecerobohan dan mismanajemen dalam menjalani kehidupan ini.

 sawarnaning kapiawon  tuwin saliring godha rencana, bebaya pakewed punapa kemawon, ingkang tuwuh saking cidraning manah pribadi, punika sedaya sirna lebur dening pangastuti ulah semedi, inggih amesu cipta, mesu budi, maladihening, ulah pasamaden, sedaya punika namung kangge amurmeng pandulu paworing kawula kalawan gusti. Makaten ugi sedaya  sawarnining bebaya ingkang medal saking pandameling tiyang sanes, sanadyan ugi kewan ingkang wantun angganggu damel, temtu ketaman ing wilalat, peksi miber ingkang ngungkuli temtu pejah sirna kuwandhanipun. Punapa dene tumrap sasamining titah ingkang nedya anglawan, angremehaken tuwin angluhuri kamenangan dateng sasaminipun, temtu boten badhe kalampahan. Salagi saweg purun papandengan kemawon sampun tamtu badanipun gemeter lolos otot bebayunipun. Inggih margi saking kaungkulan perbawa ingkang tansah sumunar gumawang purbawisesanipun kadosdene wimbaning purnama sada”.

Karena itu dalam kaitannya dengan olah asamaden, Ilmu Sastra Jendra disebut pula sebagai ilmu atau pengetahuan tentang rahasia seluruh semesta alam beserta perkembangannya. Manfaat Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu ialah tatacara, jalan atau cara untuk mencapai kemuliaan dan kesempurnaan hidup yang sejati.


Sumber: Sabdalangit.wordpress.com





 
“Spiritualitas dianggap sebagai suatu kesadaran tentang ketuhanan dan agama sebagai kesadaran yang nyata tentang ketuhanan melalui lembaga-lembaga pendidikan”

Pengertian Meditasi
Meditasi lebih mudah dipahami sebagai olah raga, dalam hal ini nafas dan pikiranlah yang diolah. Meditasi dilakukan dengan jalan memusatkan konsentrasi atau perhatian pada suatu hal saja, dalam dalam hal ini respirasi atau jalan keluar-masuknya nafas anda sendiri. Meditasi dapat dipahami sebagai olah yang melibatkan dua unsur yakni olah raga sembari melakukan pengolahan jiwa. Agar supaya berhasil dalam bermeditasi  hendaknya melibatkan ketenangan hati dan batin, serta pengendalian atas aktivitas ragawi yakni pikiran dan emosi.  Tidak kalah pentingnya untuk meditasi, harus didukung oleh suasana yang nyaman, hening, syahdu, dan tenteram.

Meditasi Tidak Berhubungan Dengan Agama
Pada prinsipnya proses meditasi sebagai salah satu jalan mengenali diri sendiri secara metodis dan ilmiah. Meditasi bukanlah ajaran agama tertentu melainkan ada dalam semua tradisi-tradisi agama besar dunia. Meditasi terdapat pula dalam berbagai kebudayaan dan ajaran suatu masyarakat. Dilakukan dengan berbagai macam metode atau tata cara.Tujuan utama meditasi adalah sebagai sarana mengenali jati diri lebih mendalam yang berhubungan dengan roh atau spirit, jiwa atau soul. Dalam lingkup spiritualis memandang bahwa jalan untuk mencapai kebahagiaan sejati (audaimona) berawal dari suatu pengetahuan tentang inner world, substansi “dunia” yang ada dalam diri pribadi (jagad kecil) atau jati diri. Para pemikir dan spiritualis barat-timur  sepakat bahwa satu-satunya jalan untuk mengetahui diri kita yang terdalam adalah dengan cara sains meditasi. Sebagai tradisi spiritual yang paling kuno dan paling sistematis berkembang sejalan perkembangan peradaban manusia. Sementara itu meditasi dapat dilakukan dengan berbagai macam metode.

Flash Back
Sepanjang sejarah peradaban manusia telah melakukan berbagai tradisi meditasi yang dikelola secara baik dan sitematis. Awal mula tradisi meditasi dimulai sejak masa sebelum masehi. Beranjak dari berbagai pertanyaan filosofis tentang self,  atau diri pribadi sebagai berikut :

  1. Siapa dan apa aku/self sesungguhnya ?
  2. Apa arti terdalam kehidupan dalam diri ?
  3. Apakah dunia yang tampak di sekitarku, dan yang kuanggap demikian nyata, adalah satu-satunya realitas ada sebagai fenomena ?    
  4. Atau apakah ada sesuatu yang lebih besar secara tak terbatas di luar diri, sebagai noumena yang transenden ?
Sebagai upaya menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan filosofis di atas, manusia cenderung melangkah ke dalam tradisi spiritual. Sepanjang peradaban dan sains manusia, pencarian jati diri akhirnya berhasil menemukan suatu tata cara melalui proses meditasi. Proses tersebut selanjutnya semakin berkembang dalam masyarakat luas tidak hanya dilakukan oleh orang-orang berkecimpung dalam tradisi spiritual saja.  Sebab meditasi mempunyai banyak manfaat yang bisa ditawarkan  kepada setiap orang tanpa tergantung apa agamanya.  

Manfaat Meditasi
Asalkan praktek meditasi dilakukan secara tekun, sabar, tepat dan benar,  beberapa manfaat yang bersifat instan dapat dialami oleh pelaku meditasi secara langsung, antara lain sebagai berikut :  

  1. Meditasi yang benar akan membawa anda dalam suatu pengalaman unik dan berbagai pengalaman yang menakjubkan sering terjadi di alami dalam dunia inner world (jagad alit). Anda lama-kelamaan semakin menemukan siapa sesungguhnya yang ada di dalam diri sejati.  
  2. Timbulnya perasaan bersatu dengan suatu energi dahsyat. Lazimnya energi itulah yang diidentifikasi sebagai atma, energi hidup yang kekal bersumber dari yang transenden (Tuhan). Pada level ini meditasi dapat dipahami sebagai upaya memanjangkan atau memaksimalkan usia manusia. dalam sebuah tesis dilakukan penelitian terhadap orang-orang yang rajin melakukan kegiatan meditasi, didapatkan hasil yang menggembirakan bahwa pelaku meditasi rata-rata memperoleh kualitas hidup yang lebih baik, mencakup kesehatan, ketentraman, dan kebahagiaan. Dengan sendirinya tingkat harapan hidup menjadi relatif lebih besar.
  3. Tujuan paling utama meditasi adalah upaya mengenali jati diri. Dalam diri manusia dipahami sebagai bentuk jagad kecil yang merepresentasikan keadaan jagad besar yang sesunggunya. Bila seseorang sudah mengenali jati diri, diharapkan dapat memahami apa yang terjadi dalam alam semesta sehingga seseorang dapat bersikap arif dan bijaksana sehingga dapat meraih kehidupan yang lebih berkualitas.
Teknik Meditasi  
 Untuk mempraktikan meditasi, pertama-tama anda harus menemukan satu tempat yang tenang, bersih dan nyaman. Perlu juga mencari lokasi yang memiliki taste natural agar memiliki perasaan menyatu dengan alam. Misalnya di dalam kamar pribadi, bisa juga sambil mendengarkan instrumentasi musik natural dan lembut. Anda dapat juga melakukan meditasi di luar rumah pada saat rembulan bersinar terang, suara gemericik air sungai, hembusan angin sepoi. Lingkungan semacam itu membantu menenangkan pikiran dan menselaraskan frekuensi inner world dengan frekuensi alam semesta. Jika meditasi dilakukan di alam terbuka hendaknya Anda lakukan dengan posisi duduk agar kewaspadaan tetap terjaga. Adapun langkah-langkah dalam meditasi adalah sebagai berikut :

  1. Duduk bersila dan lakukan posisi punggung yang tegak dengan posisi tubuh keseluruhan terasa rilek, tidak kaku dan membuat cape. Jangan bungkuk atau bersandar, karena posisi itu memungkinkan anda terlelap dalam tidur. Sedangkan tujuan meditasi bukanlah untuk menidurkan diri, melainkan  untuk membangun kesadaran setinggi-tingginya.
  2. Berusahalah mengosongkan pikiran, dalam arti membuang semua pikiran-pikiran negatif dan rasa cemas yang mengganggu  anda setiap saat. Tahan pikiran anda dalam keadaan tenang dan  terkendali selama anda melakukan meditasi.
  3. Kirimkan sinyal sugesti ke alam bawah sadar anda bahwa diri anda dapat merasakan dan menyaksikan hal-hal yang jasad tidak bisa merasakan dan saksikan. Dalam keadaan tetap rileks, namun cermat, tajam dan waspada.
  4. Pusatkan  perhatian pikiran dan perasaan anda terhadap irama keluar masuknya nafas anda. Pasang kelima panca indera anda agar dapat merasakan dan mendengarkan nafas anda ketika nafas keluar dan masuk ke dalam paru-paru dipompa oleh jantung anda. Karena di dalam nafas anda terdapat atma atau energi pemberi kehidupan.  
  5. Apa yang anda bayangkan atau sugestikan dalam setiap nafas masuk dan keluar ? Pada saat menarik nafas ke dalam tubuh, rasakan suatu energi yang berwarna putih, bening, dan bersih. Dan pada saat menghembuskan nafas keluar dari tubuh bayangkan suatu energi berwarna kehitaman dan kotor. Energi putih dan bersih akan membangkitkan suatu energi kehidupan yang menyehatkan jasmani dan rohani anda. Rasakan energi atma itu masuk ke dalam tubuh dan meresap ke dalam setiap sel-sel tanpa kecuali. Energi putih akan membersihkan dan menguras segala macam kotoran dan penyakit yang ada di dalam tubuh anda. Setelah itu sugestikan di dalam bawah sadar anda dengan  membayangkan nafas keluar membawa segala macam kotoran dan penyakit dari dalam tubuh anda, sehingga energi berubah warna menjadi pekat kehitaman. Energi atma termasuk membersihkan penyakit stres, depresi,  kecemasan, yang tersembunyi di dalam tubuh dan pikiran anda menjadi lepas bebas tanpa beban lagi. Biarkan perasaan cemas, ketakutan, kekhawatiran dan keraguan anda pergi meninggalkan jasmani dan rohani anda.
  6. Kelemahan yang sering terjadi biasanya pikiran anda secara liar berkelana, seolah sulit sekali digenggam dalam satu titik pusat  perhatian, yakni memusatkan konsentrasi/perhatian kepada keluar masuknya nafas anda. Mulailah lagi mensugesti dan membayangkan  dalam setiap hela nafas anda. Nafas masuk membayangkan keadaan alam yang penuh ketenangan, penuh cinta-kasih, segar, sejuk, nyaman. Semua itu terasa memasuki ke dalam tubuh anda dengan digerakkan oleh jantung.
  7. Nah, dari rangkaian olah meditasi di atas yang paling utama anda jaga adalah sikap sabar dan telaten, jangan terburu-buru atau tergesa ingin merasakan sesuatu yang menakjubkan. Anda harus tetap ingat bawa tugas utama Anda adalah menjaga konsentrasi  untuk selalu memperhatikan nafas keluar masuk, dan merasakan gerak gerik darah anda yang mengalir ke seluruh penjuru tubuh anda.
  8. Sesi latihan ini dilakukan antara 11 hingga 17 menit.  Lama-kelamaan latihan meditasi ditingkatkan waktunya menjadi lebih lama. Setelah dapat melakukan konsentrasi secara baik dan benar dengan konsentrasi nafas, selanjutkan anda dapat mengisi pada aspek spiritualnya. Sehingga banyak pula yang menggunakan suatu mantra atau doa untuk semedi. Namun demikian, doa atau mantra pada hakekatnya hanyalah alat untuk memperkuat mental   atau aspek batiniah/rohaniah saja.  
Meditasi Mantra
Terdapat berbagai macam teknik meditasi. Salah satu yang termasuk paling populer, efektif dan mudah, dikenal sebagai Meditasi Mantra. Meditasi ini menggunakan suatu mantra, untuk mencapai tujuan meditasi dibuka melalui vibrasi suara transendental. Istilah mantra berasal dari bahasa sanskerta terdiri dari dua suku kata yakni man artinya manas atau benak (batin) disebut juga magie, dan tra artinya membebaskan.  Mantra dapat dikatakan suatu frequensi suara suci yang membebaskan pikiran dari kegelisahan dan imajinasi.  Mantra diucapkan pada saat seseorang akan memulai olah meditasi.

Tradisi Kejawen
Dalam tradisi meditasi a la Kejawen dikenal berbagai macam mantra. Dalam filsafat kejawen mantra dipahami tak ubahnya sebagai sarana atau alat, atau senjata hasil karya cipta manusia untuk digunakan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Alat atau senjata yang berupa suara atau kalimat yang memiliki makna sangat mendalam (esensial). Karena berupa alat atau media, maka mantra ini biasanya bersifat netral, artinya baik atau buruknya mantra bukan berada dalam isi mantra itu namun tergantung orang yang menggunakan. Namun demikian sebagaimana alat, ada yang bisa digunakan untuk kedua-duanya yakni kebaikan dan keburukan. Ada pula yang bisa digunakan untuk sarana kebaikan saja, bahkan hanya keburukan saja. Itulah rahasia mantra. Sayang sekali karena seringkali orang memanfaatkan mantra untuk merugikan orang lain dan mencari keuntungan pribadi maka timbul konotasi negatif. Padahal sebenarnya mantra sama halnya dengan pisau, bisa disalahgunakan untuk merampok orang, bisa juga dimanfaatkan untuk  sarana rumah tangga. Dalam tradisi kejawen dan tradisi sinkretisme terdapat beberapa mantra yang lazim digunakan dalam olah meditasi misalnya sbb :

1. “kakang kawah adi ari-ari, kadhangku kang lair nunggal sedino lan kadhangku kang lair nunggal sewengi, sedulurku papat keblat lima pancer, ewang-ewangono anggonku madeg semedi”.

2. Sangkun dzat sukma, sukma kang ana sanjabaning wayangan, ni endang sukma kang mider ana sajroning wayangan, sira aja ngaling-alingi aku arep ketemu kadhangku kang sejati, kang langgeng ora owah gingsir, saperlu kanggo meruhi sejatiningsun.  

3. Ingsun tajalining dat kang Mahasuci, kang amisesa, kang kuwasa angandika : kun – payakun : dadi saciptaningsun, ana sasedyaningsun teka sakarsaningsun, metu saka kodratingsun.

Tradisi  Yoga
Salah satu metode meditasi yang lengkap dan metodis terdapat dalam Yoga tradisi  Dharma.  Mantra-mantra yang paling kuat yang dapat digunakan dikenal Sebagai Tiru-mantra dengan kalimat sbb : “Om Namo Narayanaya” yang secara terminologis berarti: “Aku menyampaikan hormat kepada Yang Mutlak, Sang Pemelihara seluruh mahluk.” Sebagaimana terdapat dalam shastra Veda (Narayana-Upanishad) bahwa bila kita mengucapkan mantra tersebut secara sungguh-sungguh dan dengan rasa bhakti, seseorang akan mendapat kedamaian, pemenuhan dan realisasi-diri. Lebih dari itu, seseorang akan mencapai kesadaran Tuhan, yakni kesadaran tinggi akan karunia Tuhan bagi kehidupan umat manusia.

Teknik meditasinya sama dengan teknik meditasi di atas. Setelah  melakukan latihan konsentrasi nafas, dalam posisi duduk, mata tertutup, kemudian mulai membaca mantra, Om Namo Narayanaya, lebih keras dan dengan penuh bhakti. Fokuskan seluruh energi perhatian anda atas suara dan vibrasi dan mantra itu, mendengarkan mantra, dan bahkan merasakan vibrasi-vibrasi yang melembutkan dari mantra itu di dalam dada sekitar jantung anda. Satu sesi meditasi yang baik berlangsung sekitar 20 – 30 menit per hari. Dijelaskan dalam shastra Yoga kuno India, dan oleh para guru besar Yoga sepanjang sejarah, bahwa bila seseorang membuat latihan meditasi harian sebagai kebiasaan, dan melakukan meditasi dengan sungguh-sungguh, rendah-hati, sabar dan bhakti, maka ia akan memperoleh kedamaian, kepenuhan, kebijaksanaan dan realisasi langsung dari kehadiran Tuhan di dalam hidupnya.

Dengan mempraktekan meditasi dlam kegiatan sehari-hari, maka anda secara perlahan-lahan akan merasakan berkurangnya stres, depresi atau tekanan, serta kecemasan berangsur-angsur akan hilang.  Anda juga akan mengalami satu kedamaian batin yang dalam terasa membahagiakan dan menyenangkan. Karena dalam meditasi anda  akan memasuki relung paling dalam dari suasana kedamaian batin. Kedamaian dan ketenangan itulah sifat dasar dari jiwa atau sang diri sejati. Keberhasilan meditasi diawali dengan giat mencoba, melatih diri, sabar dan tulus, berserah diri kepada Tuhan dalam arti tidak membuat angan-angan dan keinginan yang dipaksakan, termasuk perasaan pengganggu keberhasilan yakni rasa terburu-buru untuk berhasil.  Carilah ketenangan hati dan pikir yang bersumber dari dalam realitas  kedamaian batin anda sendiri.

Penutup
Meditasi hanyalah sekedar teknik untuk mencari kebenaran dan kemuliaan hidup. Mencari kebenaran dan kemuliaan adalah penting, sama pentingnya untuk mempunyai seorang pembimbing yang berpengalaman dan handal dalam mencapai realisasi-diri.  Pada zaman modern ini para ahli semedi, yoga, atau meditasi sangat banyak jumlahnya dan mereka melakukan pelatihan meditasi dalam berbagai lembaga sosial kemasyarakatan. Dan sekali lagi, meditasi tidak ada hubungannya dengan agama. Ia berdiri sendiri sebagai jalan spiritual yang bebas dalam arti memiliki nilai universal  (lihat anak judul di atas). Sumber kebenaran dan kemuliaan hidup tidak hanya satu atau dua saja, melainkan dapat melalui berjuta-juta sumber yang tergelar di jagad raya sebagai bukti ILAHI Yang Mahapemurah. Namun demikian bila Anda tetap saja meragukan suatu kebenaran, setidaknya lakukan saja KEBAIKAN pada sesama umat manusia, maka anda akan mendapatkan kemuliaan hidup yan sejatinya.



Sumber: Sabdalangit.wordpress.com
 
Picture

Written by Abu Irsyad
(www.NurulKhatami.com)
Setiap tanggal 1 syawal seluruh umat Islam diseluruh dunia selalu merayakan Hari Idul Fithri dengan penuh kegembiraan dan rasa syukur. Hari Raya Idul Fithri merupakan puncak dari seluruh rangkaian proses ibadah selama bulan Ramadhon, dimana dalam bulan tersebut kita melakukan ibadah shaum dengan penuh keimanan kepada Allah SWT. Penetapan Hari Raya Idul Fithri oleh Rasulullah SAW dimaksudkan untuk menggantikan Hari Raya yang biasa dilaksanankan orang­orang Madinah pada waktu itu. Hal ini sesuai dengan Hadits Rasulullah SAW yaitu :
"Jabir ra. Berkata : Rasulullah SAW datang ke Madinah, sedangkan bagi penduduk Madinah ada dua hari yang mereka ( bermain-main padanya dan merayakannya dengan berbagai permainan). Maka Rasulullah SAW bertanya : " Apakah hari yang dua ini ? " Penduduk Madinah menjawab : " Adalah kami dimasa jahiliyah bergembira ria padanya ". Kemudian Rasulullah bersabda : " Allah telah menukar dua hari itu dengan yang lebih baik yaitu Idul Adha dan Idul Fithri ". (HR Abu Dawud)
Di negara Indonesia, Hari Raya Idul Fithri juga merupakan puncak pengalaman hidup sosial dan spiritual keagamaan masyarakat Indonesia. Dapat dikatakan bahwa seluruh kegiatan masyarakat selama satu tahun diarahkan untuk dapat merayakan hari besar itu dengan sebaik-baiknya. Mereka bekerja dan banyak yang menabung untuk kelak mereka nikmati pada saat tibanya Idul Fithri.
Hari raya yang juga disebut lebaran itu sebanding dengan perayaan Thanks Giving Day di Amerika Serikat, saat rakyat negeri itu bersuka-ria dengan bersyukur kepada Tuhan bersama seluruh keluarga. Gerak mudik rakyat Indonesia juga mirip sekali dengan yang terjadi pada orang-orang Amerika menjelang Thanks Giving Day itu. Semuanya merasakan dorongan amat kuat untuk bertemu ayah-ibu dan sanak saudara, karena justru dalam suasana keakraban kekeluargaan itu hikmah Idul Fithri atau Thanks Giving Day dapat dirasakan sepenuh-penuhnya.
Sebagai hari raya keagamaan, Idul Fithri pertama-tama mengandung makna keruhanian. Tapi karena dimensi sosialnya sedemikian besarnya, khususnya dimensi kekeluargaannya, maka Idul Fithri juga memiliki makna sosial yang amat besar. Dan juga dilihat dari segi bagaimana orang bekerja dan menabung untuk berlebaran, Idul Fithri juga mempunyai makna ekonomis yang besar sekali bagi masyarakat Indonesia. Cukup sebagai indikasi tentang hal itu ialah bagaimana daerah-­daerah tertentu memperoleh limpahan ekonomi dan keuangan dari para pemudik, sehingga pemerintah daerah bersangkutan merasa perlu menyambut dan mengelu-elukan kedatangan warganya yang bekerja di kota-kota besar itu.

PENGERTIAN IDUL FITHRI
Makna keruhanian Idul Fithri dapat dipahami dengan baik jika kita dapat melihatnya dari sudut pandang keagamaan yang melatarbelakanginya. Seperti halnya dengan semua pranata keagamaan, Idul Fithri berkaitan langsung dengan ajaran dasar Islam. Karena itu makna Idul Fithri merupakan rangkuman nilai-nilai Islam dalam sebuah kapsul kecil, dengan muatan simbolik yang sangat sentral.
Mayoritas umat Islam mengartikan Idul Fithri dengan arti "kembali menjadi suci ", pendapat ini didasari oleh sebuah hadits Rasullullah SAW yaitu :
“Barang siapa yang melaksanakan ibadah shaum selama satu bulan dengan penuh keimanan kepada Allah SWT maka apabila ia memasuki Idul Fithri ia akan kembali menjadi Fithrah seperti bayi (Tiflul) dalam rahim ibunya " (HR Bukhari )
Kalau ditilik kembali, pendapat yang mengartikan idul Fithri dengan "kembali menjadi suci" tidak sepenuhnya benar, karena kata "Fithri" apabila diartikan dengan "Suci" tidaklah tepat. Sebab kata "Suci" dalam bahasa Arabnya adalah "Al Qudus" atau "Subhana". Oleh karena itu, menurut penulis istilah Idul Fithri dapat ditelusuri minimal dalam tiga pengertian yaitu sebagai berikut:
Untuk memperoleh pengertian itu kita bisa memulainya dengan melihat makna asal ungkapan Arab id al-fithr. Kata id berasal dari akar kata yang sama dengan kata `awdah atau `awdat-un, `adab atau adat-un dan isti'adat-un. Semua kata-kata itu mengandung makna asal "kembali" atau "terulang" (perkataan Indonesia "adat-istiadat" adalah pinjaman dari bahasa Arab `adat-un wa isti 'adat-un yang berarti sesuatu yang selalu akan terulang dan diharapkan akan terus terulang, yakni, sebagai "adat kebiasaan"). Dan hari raya diistilahkan sebagai id karena ia datang kembali berulang-ulang secara periodik dalam daur waktu satu tahun.
Makna asal kata-kata "fithri" kiranya sudah jelas, karena satu akar dengan kata "fitrah" (fithrah), yang artinya "Pencipta" atau "Ciptaan". Secara kebahasaan, fithrah mempunyai pengertian yang sama dengan khilqah, yaitu "ciptaan" atau "penciptaan". Tuhan Yang Maha Pencipta disebut dengan A-Khaliq, atau Al-Fathir. Sebagai contoh, misalnya kita lihat dalam Al Qur'an :
" Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi". (QS Al Fathir 35 : 1)
Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa kata "Idul Fithri" mempunyai minimal tiga pengertian yaitu :
1.Kembali ke Awal Penciptaan.
2.Kembali ke Penciptaan Yang Awal.
3.Kembali ke Sang Maha Pencipta.

IDUL FITHRI SEBAGAI PROSES KE AWAL PENCIPTAAN

Menurut para ahli tasawuf, hakikat manusia dibagi menjadi dua bangunan utama yaitu bangunan jasmani dan bangunan rohani. Bangunan jasmani manusia diciptakan oleh Allah melalui enam proses kejadian yaitu :
1.Saripati tanah.
2.Saripati mani.
3.Segumpal darah.
4.Segumpal daging.
5.Pertumbuhan tulang belulalang.
6.Pembungkusan tulang belulang dengan daging.
7.Peniupan Roh-Ku ke dalam janin.
Proses tersebut sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur'an yaitu :
"Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dari saripati tanah. Kami jadikan saripati tanah itu menjadi air mani yang ditempatkan dengan kokoh ditempat yang teguh. Kemudia air mani itu Kami jadikan segumpal darah., dari segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, Kami jadikan pula tulang belulang. Kemudian tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging kembali ". (QS Al Mu'minun 23 : 12 – 14 )
"Kemudian Ia menyempurnakan penciptaan-Nya dan Ia tiupkan padanya sebagian dari Roh-Nya dan Ia jadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan rasa, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur". (QS As Sajadah 32 : 9)
Berdasarkan firman Allah tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa setiap manusia lahir atau diciptakan pasti akan melalui proses kejadian bayi dalam kandungan yang telah mendapat tiupan Roh dari Allah (Roh-Ku).
Berdasarkan penyelidikan para ahli embriologi, dapat diketahui fase-fase perkembangan seorang bayi dalam kandungan dan juga keadaan dan ciri-ciri dari bayi tersebut yaitu :
Seorang bayi dalam kandungan selalu dibungkus oleh lapisan Amnion yang berisi air ketuban (amnion water atau kakang kawah). Karena seorang bayi berada didalam air ketuban, maka sembilan lubang yang ada pada jasmaninya secara otomatis tertutup atau belum berfungsi secara sempurna. Kesembilan lubang itu adalah : dua lubang telinga, dua lubang mata, dua lubang hidung, satu lubang mulut, satu lubang kemaluan dan satu lubang anus. Tetapi ada satu lubang yang kesepuluh yang justru terbuka yaitu lubang pusar yang dihubungkan oleh tali plasenta ke rahim ibu. Tali plasenta ini berfungsi sebagai alat untuk menyalurkan zat-zat makanan dan oksigen dari rahim ibu kepada bayi tersebut. Dalam falsafah orang Jawa tali plasenta tersebut dinamakan Adik Ari-ari.
Dengan tertutupnya sembilan lubang yang terdapat pada jasmani seorang bayi dalam kandungan rahim ibu, maka secara otomatis seluruh indera bayi belum berfungsi secara sempurna, dengan kata lain, bayi tersebut pada saat itu belum bisa melihat, mendengar, bernafas, berkata-kata secara sempurna, dan juga belum bisa buang air besar maupun buang air kecil. Tetapi Rohani bayi tersebut pada saat itu sudah berfungsi sifat ma'aninya. Apa yang dirasakan oleh bayi pada saat berada dalam rahim ibu, tidak seorangpun mengetahuinya, kecuali oleh bayi itu sendiri. Sayangnya setiap bayi yang telah tumbuh dewasa tidak dapat mengingat apa yang telah ia rasakan pada waktu ia berada dalam kandungan rahim ibunya.

IDUL FITHRI SEBAGAI PROSES KEMBALI KE PENCIPTAAN YANG AWAL

Dalam pengertian ini, semua segi kehidupan seperti makan, minum, tidur, dan apa saja yang wajar, tanpa berlebihan, pada manusia dan kemanusiaan adalah fitrah. Semuanya itu bernilai kebaikan dan kesucian, karena semuanya berasal dari design penciptaan oleh Tuhan. Karena itu berbuka puasa atau "kembali makan dan minum" disebut ifthar, yang secara harfiah dapat dimaknakan "memenuhi fitrah" yang suci dan baik. Dengan perkataan lain, makan dan minum adalah baik dan wajar pada manusia, merupakan bagian dari fithrahnya yang suci. Dari sudut pandang ini kita mengerti mengapa Islam tidak membenarkan usaha menempuh hidup suci dengan meninggalkan hal-hal yang wajar pada manusia seperti makan, minum, tidur, berumah tangga, dan seterusnya. Berkenaan dengan ini Nabi Saw pernah memberi peringatan keras kepada salah seorang sahabat beliau, bernama `Utsman ibn Mazh'um', yang ingin menempuh hidup suci dengan tindakan semacam pertapaan. Nabi juga dengan keras menolak pikiran sementara sahabat beliau yang ingin menempuh hidup tanpa kawin. Semua tindakan meninggalkan kewajaran hidup manusia adalah tindakan melawan fithrah, jadi juga tidak sejalan dengan sunnah.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam hari raya Idul Fithri terkandung makna kembali kepada hakikat yang wajar dari manusia dan kemanusiaan. Kewajaran itu adalah pemenuhan keperluan untuk makan dan minum sehingga makna sederhana Idul Fithri dapat diartikan "Hari Raya Makan dan Minum" setelah berpuasa sebulan.

IDUL FITHRI SEBAGAI PROSES KEMBALI KE SANG MAHA PENCIPTA

Jika kita telusuri ke belakang, pangkal mula pengertian Idul Fithri ialah ajaran dasar agama bahwa manusia diciptakan Allah dalam fitrah kesucian dengan adanya ikatan perjanjian antara Allah dan manusia sebelum manusia itu lahir ke bumi. Perjanjian primordial itu berbentuk kesediaan manusia dalam alam ruhani untuk mengakui dan menerima Allah, (Tuhan Yang Maha Esa), sebagai "Pangeran" atau "Tuan" baginya yang harus dihormati dengan penuh ketaatan dan sikap berserah diri yang sempurna (Islam). Hal ini digambarkan dalam al-Qur'an, demikian :
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengambil dari anak-cucu Adam, yaitu dari pungung-punggung mereka, keturunan mereka dan dia mempersaksikan atas diri mereka sendiri, "Bukankah Aku ini
Tuhan kamu? ‘ Mereka semua menjawab :” Benar, kami bersaksi”. Demikianlah, supaya kamu tidak berkata kelak pada hari kiamat : "sesungguhnya kami lalai tentang hal ini” (QS Al A 'raf 7 : 127)
Karena setiap jiwa manusia menerima perjanjian persaksian itu, maka setiap orang dilahirkan dengan pembawaan alami untuk "menemukan" kembali Tuhan dengan hasrat berbakti dan berserah diri kepada-Nya ("ber-islam"). Melalui wahyu kepada Rasulnya, Allah mengingatkan akan adanya perjanjian itu, akan kelak di hari kiamat, ketika setiap jiwa menyaksikan akibat amal perbuatannya sendiri yang tidak menyenangkan, dikarenakan tidak mengenal Tuhannya, janganlah mengajukan gugatan kepada Tuhan dengan alasan tidak menyadari akan adanya perjanjian itu. Sebab, terkias dengan dunia bawah sadar dalam susunan kejiwaan kita, perjanjian primordial tersebut tidak dapat kita ketahui dan rasakan dalam alam kesadaran, tetapi tertanam dalam bagian diri kita yang paling dalam, yaitu ruhani kita. Maka kita semua sangat rawan untuk lupa dan lalai kepada kenyataan ruhani.
"Sesungguhnya merugilah orang-orang yang mendustakan akan menemui Allah sehingga apabila datang Hari Berbangkit dengan tiba-tiba mereka berkata : "Aduhai penyesalan kami atas kelengahan kami (karena tidak mau menemui Allah ketika masih hidup) di dunia" Sungguh mereka memikul dosa, amat berat apa yang mereka pikul itu ". (QS Al An 'am 6 : 31)
Biarpun jauh sekali berada dalam bagian-bagian dasar kedirian kita, yang berhubungan dengan alam kejiwaan bawah sadar, namun karena adanya perjanjian primordial itu maka kesadaran kita tetap mempengaruhi seluruh hidup kita. Adanya perjanjian primordial itu, yang sama dengan alam bawah sadar, merupakan asal muasal pengalaman tentang kebahagiaan dan kesengsaraan. Kita dapat periksa secara analitis kedirian kita yang terdiri dari paling tidak tiga jenjang kewujudan : pertama, wujud kebendaan atau jasmani (jimani, fisiologis); kedua, wujud kejiwaan atau nafsani (nafsani, psikologis); dan ketiga, wujud kesukmaan atau ruhani (ruhani, spiritual). Pengalaman bahagia atau sengsara yang berpangkal dari keberhasilan atau kegagalan memenuhi perjanjian dengan Tuhan adalah merupakan pengalaman ruhani.
Keutuhan atau keterpecahan psikologis merupakan pangkal pengalaman senang atau susah yang lebih tinggi dan mengatasi perasaan nyaman dan tidak nyaman oleh keadaan badan yang sehat atau sakit. Dan pengalaman bahagia atau sengsara dalam dimensi ruhani mengatasi dan lebih tinggi dari pada pengalaman manapun, psikologis, apalagi fisiologis, hidup manusia. Jadi juga lebih hakiki, lebih abadi, dan lebih wujud dari pada lain-lainnya itu.
Semua pengalaman fisiologis nyaman atau tidak nyaman, pengalaman psikologis senang atau tidak senang, dan pengalaman spiritual bahagia atau tidak bahagia selalu terkait dengan terpenuhi atau tidak terpenuhi hasrat untuk kembali kepada asal. Sejak dari bayi yang merindukan ibunya dan merasa tenteram setelah berkumpul dengan ibunya itu, sampai kepada kerinduan setiap orang untuk berkumpul dengan keluarganya dan kembali ke kampung halaman tempat ia dilahirkan atau dibesarkan (yang merupakan dasar kejiwaan dorongan "mudik", baik saat lebaran di Indonesia maupun saat Thanks Giving Day di Amerika), hasrat untuk kembali ke asal itu langsung berkaitan dengan pengalaman-pengalaman mendalam pada masing-masing diri manusia.
Hasrat untuk kembali yang paling hakiki ialah hasrat untuk kembali menemui Tuhan, asal segala asal hidup manusia. Terkias dengan hasrat seorang anak untuk kembali kepada orang tuanya yang diwujudkan dalam keinginan naluriah untuk berbakti kepada keduannya, hasrat untuk kembali kepada Tuhan juga disertai dengan keinginan naluriah untuk berbakti atau menghambakan diri ('abda, ber-ibadah) dan berserah diri (aslama, ber-Islam) kepada-Nya. Tidak ada bakat atau pembawaan manusia yang lebih asli dan alami dari pada hasrat untuk menyembah dan berbakti. Karena itu semua, maka ada ungkapan suci, "Kita semua berasal dari Allah dan kita semua kembali kepada-Nya" (QS 2:156). Karena itu wajar sekali bahwa seruan dalam Kitab Suci agar semua manusia kembali (ber-inabah) kepada Tuhan sekaligus dibarengi dengan seruan untuk berserah diri (ber-islam) kepada-Nya.


spiritual books religi